Dari tempat yang paling kecil, hidup untuk mengubah dunia......
Pengikut
Rabu, 25 Agustus 2010
Mari Kita Berfikir Sukses, Jangan Jadi Bangsa Mengemis!!
“Tuan…. Belum makan tuan…. Tuan…. Minta uang tuan…”
Lalu kemudian bersahut “Mas… Anak saya belum makan mas…. Seikhlasnya mas…”
Inilah indonesiaku di perempatan lampu merah depan kampusku kemarin. Dengan banyaknya kendaraan yang berhenti disana yang menanti lampu berwarna hijau. Ternyata di tempat itulah digantungkan hidup segilintir manusia. Lihatlah, para penjaja mainan anak-anak disana membawa barang mainannya ditawarkan dari satu mobil ke mobil lain. Dan para pengemis itu masih saja mengemis walau lampu telah berates kali hijau. Karena mungkin bagi mereka lampu merah itu adalah tuannya pemberi kehidupan untuk mendapat sesuap nasi dan untuk menyambung hidup. Untuk membuat mulut mereka tetap bisa mengunyah dan membuat perut mereka terisi makanan.
Inilah indonesiaku, dua sisi yang jauh berbeda antara penjaja mainan dan pengemis jalanan. Dua sisi yang tidak bisa disamakan, karena memang jauh berbeda. Pengemis meminta uang secara langsung, sedang penjaja mainan mendapat keuntungan dari penjualan hasil dagangannya. Berbeda, karena pengmis tidak mau bekerja dan berusaha untuk menghasilkan uang tapi hanya menantikan belas kasihan dari orang lain. Tapi ada satu kesamaan yang sangat jelas kulihat yaitu sama-sama menggunakan suara untuk mencapai tujuan mereka masing-masing. Anehnya, ini terjadi pada bulan puasa. Tidakkah kehausan mereka? Mungkin inilah resiko bagi penjaja mainan, tapi berkah bagi pengemis karena di bulan suci romadhon pastilah pendapatan mereka naik. Seimbang lah pokoknya dengan dehidrasi yang dialami pengemis, karena tanpa modal mereka mendapat rejeki melimpah.
Inilah Indonesiaku, mengapa pengemis masih ramai disini? Dan tidakkah mereka melihat dari penjaja mainan itu? Ternyata pengemis itu malas, tidak mau berusaha dan tidak mau tegar menjalani kehidupan yang keras ini. Hanya ingin mendapat uang, mungkin itu yang tertanam dalam pikiran mereka. Tapi aku yakin itu tidak terjadi pada semua orang miskin dan tidak semua orang miskin mengemis. Masih ada orang miskin yang mengejar mimpi-mimpi gilanya hingga detik ini. Masih banyak orang miskin diluar sana yang bermandikan peluh dan terbakar terik matahari siang demi mendapat sedikit rupiah untuk dibawa pulang yang membuat asap dapur mereka tetap mengepul.
Tidakkah mereka para pengemis merasa telah mempermalukan diri mereka sendiri? Dan tidakkah mereka merasa malu pada orang-orang miskin yang hingga saat ini masih ma uterus berusaha merubah nasib mereka di pangkalan becak, di altaran pasar kecil, di tambang pasir, bahkan ada dari mereka yang menyeberang ke negeri orang menjadi TKI dan di tempat lainnya yang semua tempat itu memeras keringat mereka. Tidakkah mereka para pengemis malu pada semangat kemerdekaan yang diteriakkan Bung Karno 65 tahun lalu? Untuk menjadi negeri yang benar-benar merdeka dan makmur? Dan yang sebenarnya semua itu harus diawali dari rakyat, dari rakyat untuk menjadi rakyat yang berkecukupan dengan usahanya mencapai kesuksesan itu.
Sesekali memang kita boleh berdemonstrasi mengecam pemerintah atas kemiskinan, tapi kita tidak bijak jika selalu menyalahkan pemerintah atas kepengemisan akbar ini. Letak kesalahan yang utama adalah tidak adanya semangat melawan keterpurukan dengan kegigihan dan totalitas perjuangan. Memang kita boleh protes pada pemerintah atas tidak ketersediaannya lapangan kerja yang memenuhi, tapi mari kita berfikir realistis. Tentang berapa juta rakyat miskin di Negara ini dan berapa kira-kira tenaga kerja terdidik yang bisa diserap sekian ratus saja perusahaan yang mau beroperasi di Indonesia. Mari kita semua berfikir untuk berusaha mandiri, berwirausaha mandiri atau malah kalau bisa menjadi entrepreneur / pencipta lapangan usaha dengan usaha yang dimiliki. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang disekitarnya?
Tidak harus menjadi pegawai negeri jika ingin sukses. Kita bisa kaya dengan berwirausaha atau menjadi petani sukses. Berwirausaha mungkin sudah cukup jelas, yaitu melihat peluang apa saja yang bisa menghasilkan uang. Melihat tingkat kebutuhan barang apa saja yang belun tersedia pada tempat itu berada lalu merintis usaha penyediaan barang tersebut sebagai upaya produksi dan distribusi kepada konsumen. Jika barang itu unik, langka namun dibutuhkan pastilah tingkat konsumsi akn besar dan ini berpengaruh pada jumlah produksi yang harus semakin besar juga. Kemudian dibarengi kebutuhan tenaga kerja yang besar searah dengan maksud entrepreneur yang berarti penciptaan lapangan usaha dan tentu saja jumlah konsumsi yang besar ini akan berdampak pada laba dan gaji karyawan yang tinggi. Memang disini diperlukan pemikiran yang matang tentang usaha yang akan dipilih, keberanian terjun merintis usaha dan resiko yang akan diambil. Tapi jika kita mau sukses kita mesti berani terjun mengambil langkah dan mengambil resiko. Kuseksesan hanya untuk mereka yang punya tekad tinggi dan semangat yang besar.
Selanjutnya mungkin kita bisa mencoba di bidang pertanian. Karena di bidang inilah sebenarnya kita dapat mendapat hasil yang sangat besar, dengan catatan jika kita tahu bagaimana strateginya. Strategi itu sangat penting, karena jika kita tidak pintar maka kita akan dipintari. Sebagai contoh mari kita lihat kepintaran pedagang memintari petani. Petani yang lugu akan menanam padi pada musimnya, karena itu memang adat dari nenek moyang. Bebarengan dengan puluhan juta petani lain di Indonesia dan kemudian di musim panen terjadilah musim panen akbar yang biasa disebut SWASEMBADA yang sebenarnya justru merugikan petani karena disaat itulah justru padi / gabah akan dibeli murah. Pedagang dapat barang banyak dengan harga murah yang kemudian sebagian akan disimpan di gudangnya untuk penjualan ketika musim kering ketika tidak ada panen padi. Tentunya dengan harga yang agak mahal dari penjualan biasanya. Namun, kita boleh mencontoh petani yang lebih pandai dari yang lainnya. Kita dapat melihat contohnya, pasti pada bulan juni-juli di Pasar Dinoyo Malang tidak kita jumpai jeruk asli perkebunan Dinoyo. Padahal Dinoyo dekat dengan perkebunan jeruk yang sangat besar dan. Tahukah kita bahwa itu adalah strategi, mereka memakai tanaman jeruk yang berbuah diluar bulan-bulan itu karena saat itu musim petani butuh uang untuk menyekolahkan anaknya atau untuk membayar biaya tahunan sekolah dan terjadi musim panen jeruk diberbagai wilayah. Mereka panen pada September di saat harga jeruk mahal. Dan tidak menggunakan bibit jeruk pada umumnya atau bahkan mungkin mereka membeli ekstrak pemicu buah tumbuh diluar musim. Itu semua hanyalah strategi penjualan. Hal yang sangat mudah tapi tidak pernah difikirkan orang-orang pada umumnya. Itu hanya sedikit contoh.
Nah, marilah kita berfikir ulang untuk menjadi bengsa yang mengemis, mari kita berfikir sukses. Banyak hal yang masih bisa kita lakukan untuk sukses, dan sukses itu tidak sulit jika kita mau kretif dalam berfikir dan berani. Sukses juga tidak akan datang menghampiri jika kita hanya duduk terpaku menanti kesuksesan itu datang. Yakinkan pada diri kita bahwa kita Bisa! Kita Bisa! Kita Bisa! Dan mari kita kobarkan semangat yang tak kan terpudar. Semoga sukses akhirnya berujung pada kalian wahai para pejuang hidup yang tak pernah ingin jadi bangsa pengemis. Allah SWT tempat berkeluh kesah yang paling mententrankan dan jangan pernah sekalipun meragukan kuasanya. . Semoga Allah SWT selalu meridhoi setiap usaha kita. Amien ya robal alamin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar