Pengikut

Sabtu, 16 April 2011

Laporan Praktikum Sosiologi Pertanian FP UB

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam sosiologi pertanian dipelajari aspek-aspek kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat pertanian. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek kebudayaan, stratifikasi sosial, kelembagaan, jaringan sosial, dan dampak globalisasi terhadap kemajuan usaha pertanian di wilayah tersebut.
Dalam sosiologi, konsep kebudayaan sangat penting karena objek studi pokok sosiologi adalah masyarakat dimana masyarakat tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan. Kebudayaan adalah sesuatu yang kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Horton dan Hunt, masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sedangkan kebudayaan adalah sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat tersebut. Dirumuskan secara tegas lagi, kebudayaan adalah perangkat peraturan dan tata cara, bersama dengan seperangkat gagasan dan nilai yang mendukungnya (Horton dan Hunt, terjemahan, 1987: 58).
Dalam suatu masyarakat sering terjadi penggolongan-penggolongan berdasarkan aspek tertentu, misalnya kekayaan, pendidikan, ketuunan, dll. Stratifikasi sosial adalah penggambaran kelompok-kelompok sosial dalam susunan yang berjenjang. Bila ada pertanyaan, mengapa dalam masyarakat terdapat pelapisan-pelapisan? Jawabnya karena kehidupan manusia dilekati oleh nilai. Keberadaan nilai selalu mengandung kelangkaan, tidak mudah didapat, dan oleh karenanya memberi harga pada penyandangnya. Secara umum hal-hal yang mengandung nilai berkaitan dengan harta/kekayaan, jenis mata pencaharian, pengetahuan/pendidikan, keturunan, dan keagamaan. Bagi masyarakat desa yang dipandang bernilai adalah lahan pertanian mereka. Semakin besar pemilikan atau penguasaan terhadap lahan pertanian maka semakin tinggi kedudukan di tengah masyarakat mereka. Keberadaan pelapisan sosial ini tidak terlepas dari tingkat diferensiasi masyarakatnya. Apabila tingkat deferensiasi rendah maka pelapisan sosialnya kurang terlihat. Misalnya, sebuah komunitas desa yang warganya merupakan satuan keluarga besar yang tinggal bersama di satu rumah, dengan sendirinya tidak akan memperlihatkan pelapisan sosial yang jelas kecuali sekedar status-status dalam sistem kekerabatan yang ada.
Seiring berkembangnya zaman, globalisasi mulai merambah pertanian. Perubahan dan pembangunan masyarakat desa, terutama di bidang pertaniannya berkaitan dengan tiga kekuatan, yaitu kekuatan internal yang ada dalam masyarakat desa, kekuatan eksternal terutama yang datang dari arus globalisasi, dan program-program pembangunan pemerintah. Kekuatan-kekuatan internal, baik kultural maupun strukturalnya, cenderung merupakan kekuatan statis yang sekalipun sering dicap sebagai faktor penghambat perubahan pembangunan. Kekuatan luar, yang saat ini umumnya dirumuskan dengan “arus globalisasi”, merupakan kekeuatan pengubah yang sangat besar bagi proses perubahan yang terjadi di desa. Kekuatan luar lainya, umumnya lebih memihak pada idiologi yang terkandung dalam arus globalisasi, yakni berkaitan erat dengan proses modernisasi. Maka masyarakat desa menghadapi dua arus kekuatan luar yang dahsyat yang seolah merubah desa dari “atas dan bawah”.
Terpuruknya perekonomian nasional pada tahun 1997 yang dampaknya masih berkepanjangan hingga saat ini membuktikan rapuhnya fundamental ekonomi kita yang kurang bersandar kepada potensi sumberdaya domestik. Pengalaman pahit krisis moneter dan ekonomi tersebut memberikan bukti empiris bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling tangguh menghadapi terpaan yang pada gilirannya memaksa kesadaran publik untuk mengakui bahwa sektor pertanian merupakan pilihan yang tepat untuk dijadikan sektor andalan dan pilar pertahanan dan penggerak ekonomi nasional. Kekeliruan mendasar selama ini karena sektor pertanian hanya diperlakukan sebagai sektor pendukung yang mengemban peran konvensionalnya dengan berbagai misi titipan yang cenderung hanya untuk mengamankan kepentingan makro yaitu dalam kaitan dengan stabilitas ekonomi nasional melalui swasembada beras dalam konteks ketahanan pangan nasional.
Secara implisit sebenarnya stabilitas nasional negeri ini di bebankan kepada petani yang sebagian besar masih tetap berada di dalam perangkap keseimbangan lingkaran kemiskinan jangka panjang (the low level equilibrium trap). Pada hakekatnya sosok pertanian yang harus dibangun adalah berwujud pertanian modern yang tangguh, efisien yang dikelola secara profesional dan memiliki keunggulan memenangkan persaingan di pasar global baik untuk tujuan pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun ekspor (sumber devisa). Dengan semakin terintegrasinya perekonomian indonesia ke dalam perekonomian dunia, menuntut pengembangan produk pertanian harus siap menghadapi persaingan terbuka yang semakin ketat agar tidak tergilas oleh pesaing-pesaing luar negeri. Untuk itu paradigma pembangunan pertanian yang menekankan pada peningkatan produksi semata harus bergeser ke arah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani dan aktor pertanian lainnya dengan sektor agroindustri sebagai sektor pemacunya (leverage factor).
Upaya peningkatan produksi pertanian hanya nampak pada beberapa komoditi tanaman pangan yang sarat dengan muatan politis seperti halnya beras dan gula. Sementara berbagai komoditas potensial lain pada sub-sektor hortikultura, perkebunan dan peternakan, di samping jenis-jenis komoditi tanaman pangan lainnya masih belum berkembang dengan baik. Jika pun ada upaya untuk meningkatkan produksi berbagai komoditi agribisnis ini, namun hasilnya tidak jarang menjadi bumerang yang menyakitkan para petani. Meningkatnya produksi tidak jarang diikuti dengan anjloknya harga, sehingga pasar telah menjadi sesuatu yang sangat tidak bersahabat bagi petani dan pengembangan sektor pertanian itu sendiri.
Proses kanibalisme aktivitas pemasaran terhadap aktivitas produksi di satu sisi menyebabkan petani tidak bergairah dalam menjalani profesinya. Hal ini menyebabkan kuantitas dan kualitas produksi yang dihasilkan menjadi rendah. Di sisi lain, proses kanibalisasi tersebut berpengaruh pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi wilayah pedesaan, walaupun sebenarnya memiliki berbagai komoditas agribisnis unggulan. Tidak berkembangnya sektor pertanian dan wilayah pedesaan mengantarkan kita pada kondisi yang semakin mengkhawatirkan dimana dijumpai fenomena enggan-nya para generasi muda pedesaan untuk melanjutkan profesi petani ini. Dalam konteks sistem agribisnis, disamping sub-sistem on-farm (budidaya) dan sub-sistem off-farm (baik yang di hulu yaitu penyediaan input faktor maupun yang di hilir yaitu pengolahan dan pemasaran hasil) terdapat sub-sistem penunjang (supporting service sub-system).
Aktivitas pada sub-sistem penunjang ini mencakup pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, penelitian dan pengembangan, permodalan dan asuransi, advokasi serta pengadaan aspek legal peraturan yang mendukung. Pada umumnya, sub-sistem penunjang ini ditafsirkan sebagai aktivitas yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah. Karena tentunya petani secara perorangan tidak akan mampu melakukan peran tersebut.
Namun demikian, jika para petani bergerak dalam suatu bentuk kerjasama yang solid, bukannya tidak mungkin berbagai aktivitas sub-sistem penunjang ini dapat mereka laksanakan dengan secara mandiri dan baik. Dewasa ini tingkat kesejahteraan petani terus menurun sejalan dengan persoalan-persoalan klasik yang dialaminya, sekaligus menjadi bagian dan dilema dari sebuah kegiatan agribisnis di tingkat produsen pertanian. Tingkat keuntungan kegiatan agribisnis selama ini lebih banyak dinikmati oleh para pedagang dan pelaku agribisnis lainnya di hilir (Sumodiningrat, 2000). Oleh karena itu, diperlukan kelembagaan ekonomi pedesaan yang mampu memberikan kekuatan bagi petani (posisi tawar yang tinggi).
Kelembagaan pertanian yang dalam hal ini mampu memberikan jawaban atas permasalahan di atas. Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh petani, agar mereka dapat bersaing dalam melaksanakan kegiatan usahatani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya (Suhud, 2005). Peningkatan posisi tawar petani pada dasarnya adalah untuk dapat meningkatkan akses masyarakat pedesaan dalam kegiatan ekonomi yang adil, sehingga bentuk kesenjangan dan kerugian yang dialami oleh para petani dapat dihindarkan. Pengembangan masyarakat petani melalui Koperasi ataupun kelembagaan pertanian/kelompok tani merupakan suatu upaya pemberdayaan terencana yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh melalui usaha bersama petani untuk memperbaiki keragaan sistem perekonomian masyarakat pedesaan.
Arah pemberdayaan petani akan disesuaikan dengan kesepakatan yang telah dirumuskan bersama. Dengan partisipasi yang tinggi terhadap koperasi, diharapkan rasa ikut memiliki dari masyarakat atas semua kegiatan yang dilakasanakan koperasi akan juga tinggi. Karena di dalam koperasi terdapat nilai dan prinsip berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong dan merupakan landasan koperasi itu sendiri.
Konsep pemberdayan masayarakat pedesaan melalui koperasi bukanlah konsep baru, banyak kendala dan hambatan yang harus diperhatikan dalam pengembangan koperasi di pedesaan, diantaranya adalah : (a) rendahnya minat masyarakat untuk bergabung dalam kelompok tani/koperasi, hal ini disebabkan karena kegagalan-kegagalan dan stigma negatif tentang kelembagaan tani/koperasi yang terbentuk di dalam masyarakat. Kegagalan yang dimaksud diantaranya adalah ketidakmampuan kelembagaan tani/koperasi dalam memberikan kebutuhan anggotanya dan ketidakmampuan dalam memasarkan hasil produk pertanian anggotanya. (b) adanya ketergantungan petani kepada tengkulak akibat ikatan yang ditimbulkan karena petani melakukan transaksi dengan para tengkulak (pinjaman modal, dan memasarkan hasil). Dan (c) rendahnya SDM petani di pedesaan menimbulkan pemahaman dan arti penting koperasi terabaikan.
Koperasi dan Kelompok tani dan petani (anggota) harus memiliki hubungan yang harmonis, tanpa hubungan yang harmonis dan saling membutuhkan sulit dibayangkan koperasi/kelompok tani mampu dan dapat bertahan. Tapi dengan adanya prinsip saling membutuhkan tersebut koperasi/kelompok tani akan mampu menjadi lembaga perekonomian masyarakat pedesaan khususnya petani yang dapat memberikan keuntungan baik dari segi ekonomi dan sosial. Prospek pertanian dan pedesaan yang berkembang setelah krisis ekonomi semakin mendorong kebutuhan akan adanya kelembagaan perekonomian komprehensif dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh petani atau pengusaha kecil. Hal ini sejalan dengan adanya pemahaman bahwa nilai tambah terbesar dalam kegiatan ekonomi pertanian dan pedesaan terdapat pada kegiatan yang justru tidak dilakukan secara individual. Namun, nilai tambah tersebut didapatkan pada kegiatan perdagangan, pengangkutan, pengolahan yang lebih ekonomis bila dilakukan secara bersama-sama dengan pelaku lain sehingga diharapkan keuntungan dapat dinikmati secara bersama-sama.


1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah analisis usaha tani hasil komoditas pertanian anggota kelompok tani yang ada di dusun Jeding,desa Junrejo kec.Junrejo?
2. Bagaimanakah keadaan saprodi pertanian yang terdapat di Dusun Jeding Desa Junrejo Kecamatan Junrejo Kota Batu?
3. Bagaimanakah kondisi pertanian yang ada di Dusun Jeding Desa Junrejo menurut keterangan dari masyarakat di desa tersebut?


1.3 Tujuan
1. Mengetahui analisis usaha tani hasil komoditas pertanian anggota kelompok tani yang ada di dusun Jeding,desa Junrejo kec.Junrejo.
2. Mengetahui keadaan saprodi yang terdapat di Dusun Jeding Desa Junrejo Kecamatan Junrejo Kota Batu.
3. Mengetahui kondisi pertanian yang ada di Dusun Jeding Desa Junrejo menurut keterangan dari masyarakat.

1.4 Manfaat
1. Bagi pemerintah, dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk memperbaiki sistem pertanian di Indonesia.
2. Bagi mahasiswa, dapat menganalisis usaha tani yang diterapkan di Dusun Jeding Desa Junrejo.
3. Bagi pembaca, diharapkan dapat mengetahui tentang kondisi pertanian di dusun Jeding desa Junrejo melalui identifikasi yang dilakukan penulis terhadap para petani di daerah tersebut.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebudayaan
Menurut seorang antropolog bernama E.B. Tylor (1871) kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan kemampuan-kemampuan lain serta kebisaaaan-kebisaaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1998) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan benda, rasa untuk menghasilkan keindahan, dan cipta untuk menghasilkan ilmu pengetahuan.
Kemudian menurut Ralph Linton, seorang ahli antropologi terkemuka mengemukakan bahwa kebudayaan secara umum diuraikan sebagai way of life suatu masyarakat (Linton, 1936). Way of life dalam pengertian ini tidak sekedar berkaitan dengan bagaimana cara orang untuk bisa hidup secara biologis, melainkan jauh lebih luas daripada itu.
Jadi kesimpulannya, kebudayaan adalah suatu hasil karya cipta manusia yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral hukum, dan kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

A. Unsur Kebudayaan
Menurut Melville J. Herskovits mengajukan empat unsur kebudayaan, yaitu: alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga, kekuasaan politik. Menurut Bronislaw Malinowski, unsur pokok kebudayaan:
a. Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat
b. Organisasi ekonomi
c. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan
d. Organisasi kekuatan
Antropolog C. Kluckhohn dalam karyanya yang berjudul Universal Catagories of Culture menunjukkan adanya unsur kebudayaan yang dianggap sebagai Cultural Universals, yaitu:
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
b. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
c. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dan sistem perkawinan)
d. Bahasa (lisan maupun tertulis)
e. Kesenian
f. Sistem pengetahuan
g. Religi
B. Fungsi Kebudayaan
Kebudayaan berguna bagi manusia yaitu untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antara manusia dan sebagai wadah dari segenap perasaan manusia. Menurut Ralph Linton kebudayaan dinamakan pula struktur normatif atau menurut istilahnya adalah designs for living. Unsur-unsur normatif yang merupakan bagian dari kebudayaan adalah sebagai berikut:
1. Unsur-unsur yang menyangkut penilaian (valuational elements)
2. Unsur-unsur yang berhubungan dengan bagaimana seseorang harus bertindak
3. Unsur-unsur yang menyangkut kepercayaan (cognitive elements)
C. Sifat Hakikat Kebudayaan
Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Suatu Pengantar, setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan dimanapun juga. Sifat hakikatnya adalah sebagai berikut:
1. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
2. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya
3. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tndakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan.

2.2 Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
Ada beberapa definisi tentang stratifikasi sosial yaitu :
1. Pitirim A Sorokin Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).
2. Max Weber Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
3. Cuber Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial dibedakan menjadi:
a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horisontal saja.
Contoh:
1. Sistem kasta Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana
2. Rasialis Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan diposisi kulit putih.
3. Feodal kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan meskipun ada keinginan untuk hal itu.
b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal.
Contoh:
1. Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
2. Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha.
c. Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi sosial campuran merupakan kom` binasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
Kemudian dalam beberapa stratifikasi sosial ada kriteria-kriteria yang dominan dan menonjol dalam lingkup masyarakat. Berikut merupan kriteria-kriteria tersbut, yaitu:
a. Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, pa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
b. Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
c. Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
Pendapat di atas merupakan suatu penggambaran bahwa stratifikasi sosial sebagai kejadian universal artinya bagaimanapun juga dalam lingkup masyarakat selalu ada pelapisan sosial yang terjadi. Meskipun dalam lingkup masyarakat sederhana pun dapat di temukan. Kriteria kekayaan dan jabatan membuktikan bahwa tidak ada masyarakat yang hidup tanpa kelas.

2.3 Kelembagaan
Lembaga masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan visi, misi, profesi, fungsi dan kegiatan untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, yang terdiri dari organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi politik, media massa, dan bentuk organisasi lainnya.
Lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan langsung dari istilah asing social-institution. Lembaga kemasyarakatan terdapat dalam setiap lapisan masyarakat tanpa memperdulikan masyarakat tersebut memiliki taraf kebudayaan bersahaja atau modern. Untuk memberikan suatu batasan, dapat dikatakan bahwa lembaga kemasyarakatan adalah himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kebutuhan masyarakat.
Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, lembaga kemasyarakatan diartikan sebagai suatu jaringan proses-proses antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.
Lembaga kemasyarakatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada dasarnya memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku
2. Menjaga keutuhan masyarakat
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian social
Tiap lembaga memiliki tujuan utama, relatif permanen memiliki nilai-nilai pokok yang bersumber dari para anggotanya, dan pelbagai lembaga dalam suatu masyarakat memiliki keterkaitan satu sama lain (Bruce J. Cohen, terjemahan Bina Aksara).
Menyangkut proses keberadaanya, lembaga bisa diciptakan dengan sengaja seperti yang terjadi pada sebuah organisasi. Misalnya hutang piutang, lembaga pendidikan, dan lainnya. Sedangkan yang terbentuk secara tidak sengaja, misalnya adalah lembaga-lembaga yang tumbuh dari adat istiadat. Bagi masyarakat desa yang masih bersahaja, keberadaan dan peran dari jenis lembaga ini sangat penting. Karena lembaga ini sulit berubah. Proses modernisasi ini seringkali berhadapan dengan lembaga-lembaga semacam itu, sekalipun tidak semuanya bersifat menghambat pembaharuan/pembangunan.
Lembaga berubah seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Mengingat fungsinya yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan tertentu anggota masyarakat, maka dinamikanya juga ditentukan oleh proses dan pola perubahan yang terjadi. Sebab, perubahan atau perkembangan cenderung mengakibatkan munculnya kebutuhan-kebutuhan baru. Dan tuntutan terhadap pemenuhan kebutuhan baru tersebut belum tentu dapat dipenuhi lembaga-lembaga lama.

2.4 Jaringan Sosial
Jaringan sosial adalah suatu jaringan relasi dan hubungan sosial yang terdapat dalam suatu masyarakat. Jaringan ini merupakan keseluruhan relasi dan hubungan sosial yang dapat diamati di suatu masyarakat, misalnya jaringan sosial yang terdapat di masyarakat desa, keseluruhan relasi dan hubungan sosial di kalangan pemimpin desa, antara pemimpin desa dan masyarakat desa, di kalangan warga masyarakat tersebut pada umumnya.
Relasi dan hubungan sosial itu terdapat diberbagai bidang kehidupan yang meliputi ekonomi, sosial, kebudayaan dan lain-lain. Jaringan relasi dan hubungan sosial merupakan pencerminan hubungan antar status-status dan peran-peran dalam masyarakat. Jaringan sosial di masyarakat komplek lebih rumit dibanding masyarakat sederhana atau masyarakat primitif. (Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 7, 1989 : 345).
Dalam hal ini jaringan komunikasi lebih diarahkan pada pola-pola pengaruh, yaitu siapa yang menjadi influentials atau orang-orang yang berpengaruh dan bagaimana morphis–nya atau dengan kata lain seberapa jauh penyebaran pengaruhnya. Ini berarti, kajian jaringan komunikasi berhubungan dengan ketokohan seseorang. Sebutan tokoh tentu berkait erat dengan status. Dan status adalah bagian yang tak terpisahkan dengan pengaruh atau aksesibilitas masyarakat setempat terhadap sumber informasi dan segala aspeknya.
Analisis jaringan ini dapat dilihat melalui hubungan-hubungan yang terdapat diantara orang-orang dan diantara klik-klik pada suatu topik tertentu yang dapat diungkapkan dengan teknik-teknik sosiomentri dan didasarkan pada penemuan “siapa berinteraksi dengan siapa“ (lihat, Gonzalez dalam Jahi, 1993 : 94).
Bukti nyata efek jaringan komunikasi pada perubahan perilaku seseorang diperoleh dari beberapa studi tentang adopsi program atau kegiatan pemerintah. Seperti dinyatakan Gonzales, untuk sebagian, perilaku seseorang dipengaruhi oleh hubungan orang tersebut dengan orang lain atau oleh jaringan komunikasi yang diikutinya (lihat, Gonzales dalam Jahi, 1993: 98).

2.5 Globalisasi
Globalisasi adalah proses yang kompleks dan multidimensi (Adam dan Gupta, 1997). O'Neill mendefinisikannya sebagai proses di mana perusahaan (berhubungan langsung atau tidak langsung) menjadi saling tergantung and terkait secara global melalui aliansi strategis and jaringan internasional.
Aspek lain dari globalisasi adalah kebijakan pemerintah. Kemandirian pemerintah dalam membuat dan menjalankan kebijakan domestik di bidang ekonomi, sosial dan budaya semakin tererosi dan semakin dipengaruhi oleh persetujuan internasional, lembaga donor internasional dan MNCs. (Khor, 2000:4).
Globalisasi adalah proses yang asimetris, dengan distribusi benefit dan kerugian yang tidak seimbang. Proses ini mengakibatkan polarisasi yang makin besar antar kelompok, wilayah dan sektor. (Khor, 2000:h.9). Ia menciptakan kemakmuran bagi MNC sekaligus meminggirkan banyak orang miskin di negara berkembang. Sebagai ilustrasi, 91% FDI terjadi di TRIAD dan NICs, 9.8% di Amerika Latin dan hanya 3% di seluruh Afrika. Ini menyebabkan makin besarnya gap pendapatan antar negara. Pada tahun 1965, gap pendapatan antara G7 dengan 7 negara termiskin adalah 20 kali. Saat ini perbedaannya adalah 39 kali.
Proses globalisasi di sektor pertanian dapat ditelusuri melalui sejarah. Phillip McMichael dan Laura T. Reynolds menggambarkan proses globalisasi di sektor pertanian telah berlangsung sejak zaman kolonialisme. Saat itu terjadi proses integrasi sektor pertanian ke dalam sistem perekonomian dunia melalui pembagian kerja global (global division of labour) dan spesialisasi komoditi petanian dan bahan baku untuk memuaskan kebutuhan pola konsumsi negara-negara penjajah.

























BAB III
METODOLOGI
3.1 Metode Pengumpulan Data
3.1.1 Wawancara
Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang di wawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman(guide) wawancara (Bungin,2008).
Wawancara dilakukan dengan menggunakan instrumen kuisioner yaitu suatu daftar pertanyaan yang disusun secara tertulis untuk memperoleh jawaban dari responden berupa data yang berkaitan dengan penelitian.wawancara dilakukan secara sistematik yaitu wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu pewawancara mempersiapkan pedoman(guide) tertulis tentang apa yang hendak ditanyakan kepada responden(Bungin,2008).
Pada praktikum lapang di dusun Jeding desa Junrejo kami mewawancarai 3 narasumber yakni bapak Rupa’i sebagai petani pemilik lahan, bapak Abdul Majid sebagai petani yang memiliki lahan sempit dan bapak Kismanudi sebagai petani penyewa lahan. Dimana pada wawancara itu hasilnya kemudian kami cantumkan dalam pembahasan pada bab selanjutnya.
3.1.2 Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian,meliputi buku-buku yang relevan,peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film nurutdokumenter,data yang relevan penelitian (Ridwan,2002).Menurut Sugiyono(2004) pengumpulan data yang bersumber dari dokumen-dokumen yang sudah ada pada program dan instansi terkait.dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku.



3.2 Metode Penentuan Tempat
Tempat yang dituju untuk praktikum sosiologi pertanian adalah Junrejo. Karena melihat Desa ini masih luas dengan lahan pertanian yang masih asri. Selain itu juga masyarakat di Desa Junrejo, khususnya Dusun Jeding ramah dan baik hati. Kami juga melihat petani di Dusun ini masih memegang teguh norma kesopanan dan tali persaudaraan yang erat.

























BAB IV
PEMBAHASAN


4.1 Keadaan Wilayah
4.1.1 Legenda asal mula desa Junrejo
Dari hasil usul pelacakan sejarah oleh sesepuh dan tokoh masyarakat di sebutkan bahwa Desa kami yang bernama Desa Junrejo berasal dari kata “ DYON– RETJO “ atau “ JUN WATU “. Dyon menurut bahasa jawa kuno artinya tempat air gentong, sehingga Dyion- Retjo atau Arca Dyion Watu bisa bermakna tempat air dari batu. Konon menurut sumber, keberadaan JUN tersebut sejak abad IX atau Masa Kerajaan Tumapel / Singosari.
Pada tahun 1914 M di Desa Junwatu ditemukan benda berupa ”JUN” dan di Desa Telogo rejo ditemukan ”TELOGO”(menurut masyarakat setempat disebut pula ”JEDING”dalam bahasa Jawa).
Pada Tahun 1922 Desa Telogorejo berubah menjadi JEDING dengan pedukuhan Rejoso. Dan tahun 1923 Desa JUNWATU, JEDING, REJOSO digabung menjadi satu dengan nama “JUNREJO” dengan Kepala Desa dari Junwatu yaitu Pak Marsih yang menjabat sampai akhir hayatnya.

4.1.2 Karakteristik desa Junrejo
A.Geografi dan Topografi Desa Junrejo
1. Geografi Desa Junrejo
a. Desa Junrejo terletak pada ketinggian : 700 mil
b. Curah hujan rata - rata / tahun : 30 mm
c. Keadaan suhu rata - rata : 28ºC – 30ºC
2. Topografi Desa Junrejo
a. Dataran : 56 Ha
b. Areal Perbukitan / Pegunungan : 42 Ha
B. Desa Junrejo mempunyai luas wilayah 433.157 Ha yang terdiri dari :

1. Pemukiman
Tabel 1.Pemukiman
No. Jenis Pemukiman Luas
1. Pemukiman Pejabat Pemerintah 0,5 Ha
2. Pemukiman TNI / POLRI 1,5 Ha
3. Pemukiman KPR / BTN 2,5 Ha
4. Pemukiman Umum 85 Ha

2. Data Bangunan
Tabel 2.Data Bangunan
No. Jenis Bangunan Luas
1. Perkantoran 5,9 Ha
2. Sekolah 4 Ha
3. Pertokoan 3,5 Ha
4. Tempat Ibadah 2 Ha
5. Makam Umum 3 Ha
6. Jalan 11 Ha

3. Lahan Pertanian
Tabel 3.Lahan Pertanian
No. Jenis Bangunan Luas
1. Sawah Pengairan 221 Ha
2. Sekolah 69 Ha
3. Hutan 8 Ha
4. Perikanan Darat 0,5 Ha
5. Lahan Tidur 5 Ha



4. Rekreasi dan Olahraga
Tabel 4.Rekreasi dan Olahraga
No. Jenis Bangunan Luas
1. Lapangan Olahraga 1,5 Ha
2. Lapangan Bola Volly 0,5 Ha

C. Keadaan Sosial ekonomi Budaya Masyarakat Desa junrejo
Sebagaian besar masyarakat Desa Junrejo mempunyai mata pencarian sebagai petani dan sebagaian lain adalah pengrajin, pedagang, wiraswasta , Pegawai Negri Sipil , ABRI, TNI dan Polisi.Berbagai hasil produksi pasca panen dengan baik, hal ini terlihat dengan adanya Home Industri sedang dan kecil. Kategori Home Industri sedang antara lain : souvenir, peralaatan rumah tangga, pembuatan gamelan, sedangkan Kategori Home Industri Kecil berupa : anyam – anyaman tas dari plastik, keramik vas bunga, makanan ringan dari ubi dan pembuatan peralatan pertanian. Bidang usaha tersebut ternyata membuahkan hasil yang cukup memuaskan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengiriman ke luar kota dan lintas pulau.
Dari keanekaragaman mata pencarian masyarakat Desa Junrejo dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat Desa Junrejo sangat Heterogen. Keanekaragaman itulah yang membuat kehidupan warga Junrejo menjadi rukun dan dapat menumbuhkan rasa solidaritas antar warga dengan rasa saling menghargai tanpa melihat ras, suku, agama dan golongan.Budaya masyarakat Desa Junrejo hingga saat ini belum terkontaminasi dengan adanya budaya barat, sangat patut untuk dipertahankan dan dikembangkan sesuai dengan dasar religi serta mayoritas islam yang hingga saat ini masih dipetahankan.

D. Prasarana Pemerintahan, Pendidikan, Kesehatan, Perhubungan, Perekonomian dan Keagamaan.
Kantor Pemerintahan Desa Junrejo terletak di dusun Junwatu yang berdekaatan dengan wilayah Kantor Kecamatn Junrejo, Kantor Desa Junrejo sebagai pusat pelayanan masyarakat yang pada garis besarnya sebagai pelaksanaan tugas Kepala Desa dan perangkat Desa mempunyai tugas :
a. Melaksanakan Kewajiban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
b. Menggerakan dan Meningkatkan Partipasi Masyarakat
c. Memberikan Pembinaan ketentraman dan Ketertiban Masyarakat Desa Junrejo

Dalam melaksanakan kewajibannya maka Pemerintahan Desa Junrejo ditunjang dengan adanya : Kantor Sekretariat Pemerintah Desa, kantor Sekretariat BPD, kantor Sekretariat LPMD, kantor Sekretariat PKK, kantor Sekretariat Karang Taruna, kantor Sekretariat BUMDES, graha Nata, graha Pemuda, musholla, pos Linmas, Rest Area, Lahan Parkir, Toilet dan Dapur. Wilayah Desa Junrejo sesuai dengan kultur kehidupan yang ada, terdapat pendidikan formal dan non formal.

Tabel 5.lembaga pendidikan formal
No Nama Lembaga Jumlah
1 Taman kanak-kanak 3
2 Sekolah dasar 2
3 Sekolah menengah pertama 1
4 Sekolah menengah atas 1

Tabel 6.lembaga non formal
No Nama Lembaga Jumlah
1 Pondok Pesantren 2
2 TPQ 14





4.1.3 Data batas wilayah dan jumlah penduduk desa Junrejo
A. Batas Wilayah
Tabel 7. Batas wilayah desa Junrejo
Utara Desa Mojorejo dan Desa Beji
Timur Desa Dadaprejo dan Desa Sumber sekar
Selatan Desa Sumber Sekar K ec. Dau Kab. Malang
Barat Desa Tlekung

B. Jumlah Penduduk
Tabel 8.Jumlah penduduk desa Junrejo
No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
1 Laki Laki 4657 51,2 %
2 Perempuan 4445 48,8 %
Jumlah 9102 100 %

1. Jumlah Penduduk berdasarkan Usia
Tabel 9.Jumlah Penduduk berdasarkan Usia
No Usia L P Jumlah Prosentase
1 0 - 05 Tahun 246 208 454 4,9 %
2 06 - 10 Tahun 385 349 734 8,1 %
3 11 - 17 Tahun 504 435 939 10,4 %
4 18 - 25 Tahun 585 544 1129 12,4 %
5 26 - 40 Tahun 1304 1237 2541 27,9 %
6 41 - 60 Tahun 1180 1132 2312 25, 4 %
7 > 60 Tahun 453 540 993 10,9 %
JUMLAH 4657 4445 9102 100

2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 10.Jumlah Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
No Tingkat Pendidikan L P Jumlah Prosentase
1 Tidak / Belum Sekolah / Tidak tamat SD / Sederajat 1153
1174 2327 25,5 %
2 Tamat SD / Sederajat 1632 1688 3320 36,5 %
3 Tamat SLTP / Sederajat 833 704 1537 16,9 %
4 Tamat SLTA / Sederajat 799 646 1445 15,9 %
5 Tamat Diploma I / II / III / Akademi 54
61 115 1,2 %
6 Tamat S-1 / S-2 / S-3 186 172 358 3,9 %
Jumlah 4657 4445 9102 100

3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Profesi
Tabel 11.Jumlah penduduk berdasarkan profesi
No Pekerjaan L P Jumlah Prosentase
1 Belum Bekerja 1509 1286 2795 30,7 %
2 Pelajar /Mahasiswa 680 606 1286 14,1 %
3 Mengurus Rumah Tangga 0 1457 1457 16 %
4 Pensiunan / Purnawirawan 25 11 36 03 %
5 Pegawai Negeri Sipil 81 57 138 1,5 %
6 Kepolisian / POLRI 28 3 31 0,3 %
7 TNI AD/AL/AU 10 10 20 0,2 %
8 Perdagangan 163 151 314 3,4 %
9 Petani / Pekebun 798 424 1222 13,4 %
10 Peternak 11 0 11 0,1 %
11 Industri 92 0 92 1,1 %
12 Kontruksi / Arsitek / Mekanik 48 0 48 0,5 %
13 Transportasi / Sopir 90 0 90 0,9 %
14 Swasta 476 197 673 7,4 %
15 Wiraswasta 160 54 214 2,3 %
16 Buruh 418 134 552 6,1 %
17 Tenaga medis / Bidan 2 3 5 0,05 %
18 Dokter 4 1 5 0,05 %
19 Dosen 5 5 10 0,1 %
20 Guru 11 36 47 0,5 %
21 Tukang 34 2 36 0,4 %
22 Karyawan Honorer 12 8 20 0,2 %
Jumlah 4657 4445 9102 100 %


C. Luas wilayah dan jumlah KK desa Junrejo
a.Luas Wilayah Desa Junrejo yaitu 433.157 Km²
b.Jumlah KK adalah 2423
D. Data orbitrase desa Junrejo
a. Jarak dengan Kecamatan Junrejo : ± 0,3 Km
b. Jarak dengan Pemerintah Kota Batu : ± 7 Km
c. Jarak dengan Provinsi Jawa Timur : ± 100 Km

4.2. Analisis Usaha Tani
Analisis usaha tani komoditi pertanian anggota kelompok tani :
A. Komoditi padi/0,25 ha
Tabel 12.Komoditi padi
No Uraian Satuan/0,25 ha Nilai satuan (Rp) Jumlah (Rp)
1 Input/ sarana produksi
-bibit (batang) 300 2500 750.000
-pupuk urea (kg) 150 1500 225.000
-pupuk SP-36 (kg) 75 3000 225.000
-pupuk KCL() kg 75 3000 225.000
-pupuk kandang (kg) 1500 600 900.000
Jumlah biaya 2.325.000
2
Tenaga kerja (HOK)

-pembersihan lahan 3 10.000 30.000

-lubang tanaman 10 10.000 100.000
-tanam 10 10.000 100.000
-pemupukan 2 10.000 20.000
-penyiangan 10 30.000 300.000
-pembersihan hama 2 10.000 20.000
-panen 7 15.000 105.000
Jumlah biaya tenaga 675.000
4 Total biaya 3.000.000
5 Hasil (kg) 7500 1500 11.250.000
6 Keuntungan 8.250.000
Perhitungan analisis usaha tani:

a. Break even point (BEP)
1. BEP produksi = Total biaya produksi = Rp. 3.000.000 = 2000 kg
Harga Rp. 1.500/kg
Hasil tersebut menandakan bahwa pada saat produksi mencapai 2000 kg usaha padi tidak mengalami kerugian maupun keuntungan pada tingkat harga Rp. 1.500/kg.
2. BEP harga = Total biaya produksi = Rp. 3.000.000 = 400 kg
Produksi Rp. 7500/kg
Hasil tersebut menandakan bahwa pada saat harga mencapai 400 kg usaha padi tidak mengalami kerugian maupun keuntungan pada tingkat produksi Rp. 7500/kg.
b. Return of cost ratio (R/C)
R/C= Total pendapatan = Rp. 11.250.000 = 3,75
Total biaya Rp. 3000.000
Artinya dari setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha produksi padi akan diperoleh keuntungan 3,75
Keuntungan = Total pendapatan – Total biaya
= Rp. 11.250.000 – Rp. 3.000.000
= Rp. 8.250.000

B. Komoditi sayur kubis/0,25 ha
Tabel 13.Komoditi sayur kubis
No Uraian Satuan/0,25 ha Nilai satuan (Rp) Jumlah (Rp)
1 Input/ sarana produksi
-bibit (kg) 0,5 1.500 750
-pupuk urea (kg) 10 1.500 15.000
-pestisida 1 paket 75.000 75.000
-pupuk kandang (kg) 300 600 180.000
Jumlah biaya 270.750
2 Tenaga kerja (HOK)
-tanam 2 10.000 20.000
-pemupukan 3 10.000 30.000
-penyiangan 3 10.000 20.000
-panen 4 10.000 20.000
Jumlah biaya tenaga 100.000
Total Biaya 370.750
Hasil (kg) 400 1000 400.000
Keuntungan 129.250

a. Break even point (BEP)
1. BEP produksi = Total biaya produksi = Rp. 370.750= 370,75 kg
Harga Rp. 1000/kg
Hasil tersebut menandakan bahwa pada saat produksi mencapai 370,75 kg usaha kubis tidak mengalami kerugian maupun keuntungan pada saat tingkat harga Rp. 1000/kg. Namun ketika harga diatas Rp. 1000/kg petani akan mendapatkan keuntungan apalagi jika diproduksi dalam jumlah lebih dari 370,75 kg.
2. BEP harga = Total biaya produksi = Rp. 370.750 = 926,88 kg
Produksi Rp. 400/kg
Hasil tersebut menandakan bahwa pada saat harga mencapai 926,88 kg usaha sayur kubis tidak mengalami kerugian maupun keuntungan pada tingkat produksi Rp. 400/kg. Namun ketika harga diatas Rp. 400/kg petani akan mendapatkan keuntungan apalagi jika diproduksi dalam jumlah lebih dari 370,75 kg.

b. Return of cost rasio (R/C)
R/C = Total pendapatan = Rp. 400.000 = 1,08
Total biaya Rp. 370.750
Artinya dari setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan untuk usaha produksi sayur kubis kan diperoleh keuntungan 1,08. Maka jika petani ingin menambah keuntungan dapat dilakukan dengan menambah jumlah produksi dan memanfaatkan suplay barang pada saat harga sedang naik.
Keuntungan = Total pendapatan = Total biaya
= Rp. 400.000 – Rp. 370.750
= Rp. 129.250

4.3. Pengadaan Saprodi
Petani di Desa Junrejo cenderung menggunakan pupuk kimia atau pupuk anorganik seperti Urea, ZA, KCl, NPK, dan Phonsca. Menurut keterangan yang kami dapatkan dari petani di Desa Junrejo mereka suka menggunakan pupuk anorganik supaya bisa meningkatkan hasil produksi komoditas mereka, hal ini dilakukan karena permintaan pasar akan komoditas sayuran terus meningkat.
Disamping menggunakan pupuk anorganik petani di Desa Junrejo juga masih menggunakan pupuk kandang dan pupuk kompos, pupuk kompos jarang mereka gunakan karena mereka menganggap bahwa pembuatan pupuk kompos masih rumit dan harus menunggu waktu pengomposan yang kemudian baru bisa digunakan untuk tanaman.

a. Pengolahan usaha tani
Cara persemaian bibit yang dilakukan petani di Desa Junrejo ada berbagai macam. Untuk bibit yang jenisnya biji-bijian seperti persemain dilakukan dengan menaburkan bibit ke dalam lahan, kemudian lahan tersebut juga ditaburi pupuk kandang. Untuk bibit ketela pohon cara persemaian di lakukan dengan memangkas ketela pohon yang akan dijadikan bibit dan memotongnya dengan ukuran kurang lebih 25 cm lalu ditancapkan di lahan pada interval tertentu.
Pengolahan dilakukan dengan menggunakan cangkul, untuk lahan yang akan ditanami padi lahan di buat menjadi berlumpur dengan di bantu tenaga sapi atau dalam istilah jawanya adalah mluku. Petani yang punya lahan yang luas biasanya lebih memilih menggunakan traktor untuk mempercepat pengolahan lahan.
Kegiatan tanam menanam dilakukan sendiri untuk petani yang punya lahan yang sedang, mereka mengolah lahan dengan dibantu oleh seluruh anggota keluarga. Bagi lahan luas petani yang mempunyai lahan luas, biasanya mereka menggunakan sistem bagi hasil.
Untuk mengatasi masalah serangan hama penyakit tanaman petani di Desa Junrejo menggunakan pestisida kimia. Penggunaan pestisida ini bisa membunuh organism yang bukan sasaran. Selain itu pestisida juga bisa merusak kandungan tanah.
Penyiangan dilakukan sendiri dengan bantuan seluruh anggota keluarga, tanpa mempekerjakan orang luar. Infomasi bibit di dapat dari tim penyuluh yang mengadakan penyuluhan setiap sebulan sekali.
Pemasaran hasil budidaya dilakukan di pasar setempat, transportasi untuk membawa barang produksi juga sudah ada. Jumlah presentase yang dijual adalah 94% dan 6% dikonsumsi sendiri.


4.4. Kondisi Pertanian desa Junrejo dusun Jeding
A. Identifikasi Responden

Tabel 14.Identifikasi Responden
No Uraian Petani
1 2 3
1. Nama Petani Pak Rupa’i Pak Abdul Majid Pak Kismanudi
2. Umur 54 55 27
3. Tingkat pendidikan SD SMP SMK
4. Pekerjaan KK Petani,karyawan KUD dan ketua kelompok tani Petani (Petani Sedang) Petani (petani gurem)
5. Jumlah anggota RTG 5 5 2
6. Luas lahan 1 ha 1700 m2 -
7. Luas lahan tegal - - -
8. Jumlah ternak 6 sapi perah,5 Kambing 1 sapi perah -



B. Kebudayaan Dusun Jeding Desa Junrejo
Di dusun Jeding desa Junrejo terdapat sistem budaya atau adat istiadat yang diterapkan masyarakat setempat dalam kegiatan pertaniaan. Dimana pada saat panen tiba mereka mengadakan syukuran yang dilakukan oleh masyarakat yang sedang melakukan pasca panen. Adat istiadat ini di sebut “wiwit” dimana syukuran ini dilaksanakan di rumah masing-masing warga yang sedang melakukan tradisi tersebut. Tujuan dilaksanakannya tradisi ini yaitu untuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan hasil panen tersebut.
Masyarakat tersebut masih menggunakan pranoto mongso (menggunakan tanda-tanda alam untuk melakukan aktivitas pertanian) yaitu dengan menggunakan matahari untuk perkiraan cuaca.misalnya jika matahari sudah tepat ditengah-tengah,maka pertanda musim penghujan datang dan apabila tanah dilihat dari jauh seolah-olah mengeluarkan api maka pertanda musim kemarau akan datangharus menanam maupun memanen.Tetapi pada masyarakat dusun jeding juga ada yang tidak menggunakan pranoto mongso (menggunakan tanda-tanda alam untuk aktivitas pertanian)
Macam atau jenis komoditas yang dibudidayakan dan ditanam masyarakat dusun Jeding desa Junrejo yaitu bunga kol,kubis,bawang merah,dan padi. Dari keempat jenis tanaman tersebut yang paling sering ditanan adalah padi tetapi yang memiliki hasil yang optimal adalah tomat. Tetapi itu juga harus memperhatikan pada harga pasar, padi harganya tinggi atau rendah. Pada saat menanan padi harga di pasar tinggi jadi hasil dari penjualan yang didapat juga lumayan tinggi.
Pada desa tersebut tidak begitu ada aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh setiap anggota masyarakat. Tetapi mereka hanya menyamakan jenis tanaman yang akan ditanam atau menggunakan sistem monokultur. Hal ini disebabkan apabila ada dari satu atau dua keluarga yang menanan jenis tanaman yang berbeda maka tanaman tersabut akan diserang banyak hama karena jumlah tanaman tersebut sedikit.
Sistem pertanian yang diterapkan didesa tersebut sudah menggunakan sistem pertanian yang modern. Contohnya, mereka menggunakan traktor untuk mengolah sawah. Tetapi juga ada beberapa warga yang menggunakan sapi karena lokasi lahan yang sulit dijangkau oleh traktor. Selain itu mereka juga sudah menggenal berbagai macam pupuk yang mereka campur sendiri dengan dosis 60% pupuk kimia dan 40% pupuk organik .
Penggaruh dari teknologi modern dalam sistem budidaya pertanian yaitu pada hasil yang di dapat. Contohnya dengan adanya bibit unggul. Bila dibanding dengan bibit lokal, bibit unggul lebih memberikan hasil yang optimal. Teknologi berpengaruh juga pada saat mengolahan lahan. Antara sapi dengan traktor akan lebih cepat selesai bila menggunakan traktor dan masih banyak lagi contohnya.

C. Stratifikasi Sosial Masyarakat Dusun Jeding Desa Junrejo
Peran dan kedudukan petani dalam kegiatan partisipasi masyarakat di Dusun Jeding Desa Junrejo mempunyai peran yang besar karena mayoritas masyaratnya sebagai petani sehingga mata pencaharian mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga dari hasil bertani.
Di desa tersebut ada penggolongan kelas dalam masyarakat yaitu petani gerem merupakan petani yang memiliki luas lahan yang sempit dan biasanya tingkat perekonomiannya rendah. Dimana petani gurem ini biasanya mengolah lahan orang lain yang nantinya akan di beri upah atau gaji baik harian, mingguan atau bulanan. Kemudian petani sedang merupakan petani yang memiliki lahan sedang dalam artian tidak begitu luas dan tidak begitu sempit. Hasil dari pengolahan lahan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terakhir adalah petani pemilik dimana petani ini memiliki lahan yang luas sehingga mereka dapat memanfaatkan lahan mereka untuk budidaya pertanian. Dalam mengolah lahannya biasanya memperkerjakan petani gurem.
Dalam hal kegiatannya terdapat perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan. Dimana bagi laki-laki bertugas dalam hal pengolahan lahan, menjalankan traktor, mencangkul. Biasanya pekerjaan yang berat dilakukan oleh laki-laki. Sedangkan perempuan biasanya membantu dalam hal penanaman padi maupun tanaman lain dan menyediakan makanan.
D. Kelembagaan di Dusun Jeding Desa Junrejo
Di dusun Jeding Desa Junrejo terdapat lembaga yang bernama Kelompok Sri Sejati I. Dimana lembaga ini dikelola oleh bapak-bapak pada mayarakat tersebut. Selain lembaga tersebut di dusu ini juga terdapat lumbung tani yang digunakan untuk penyimpanan hasil pertanian.
Lembaga tersebut mengadakan pertemuan setiap 1 bulan sekali, tepatnya pada tanggal 5. Dalam pertemuan tersebut membahas mengenai masalah pertanian sekaligus membahas masalah ternak karena dalam kelompok tani ini petani dan peternak digabung menjadi satu pertemuan.
Dengan adanya lembaga-lembaga tersebut memberikan manfaat dalam memajukan pertanian. Dimana dengan adanya lembaga tersebut masyarakat mendapatkan informasi dari penyuluhan yang ada mengenahi segala sesuatu yang berhubungan dengan pertanian. Dengan lembaga tersebut melatih kerjasana untuk mengelola suatu lahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Selain itu, ada keuntungan pasti ada kendala yang dihadapi.Dalam lembaga tersebut tidak mempunyai kendala yang berarti. Karena kekompakan dari semua kelompok.Dalam lembaga ini juga memiliki 1 agenda pertemuan yaitu arisan.

E. Pengaruh adanya Jaringan Sosial

Lembaga tersebut tidak melakukan kerjasama dengan pihak luar. Hanya saja lembaga tersebut pernah didatangi oleh dinas pertanian untuk memberikan penyuluhan masalah pertanian serta melihat sistem pertanian di desa tersebut. Selain itu, dinas pertanian memberikan bantuan berupa bibit kopi, duren, padi, dan jagung.
F. Pengaruh Datangnya Arus Globalisasi

Dengan adanya teknologi baru, terjadi perubahaan dari sistem pertanian di desa tersebut. Hasil yang didapat menjadi maksimal dengan adanya bibit unggul dan pupuk-pupuk organik yang dapat menyuburkan tanaman. Tetapi dengan adanya bibit unggul, menjadikan bibit lokal jarang digunakan karena hasilnya lebih memuaskan bila menanam dengan bitit unggul. Penggunaan pupuk organik juga me[mberikan dampak megatif. Dimana tanaman akan tergantung dengan pupuk organik. Bila tidak dipupuk maka hasilnya tidak optimal. Selain itu, dengan menggunakan pupuk organik menyebabkan tanah lama kelamaan kehilangan tingkat kesuburannya






























BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Masyarakat di desa Junrejo kebanyakan menanam padi dan sayuran kubis karena dari analisis yang dilakukan kedua tanaman tersebut menguntungkan secara ekonomis.
2. Petani di dusun Jeding,desa Junrejo lebih suka menggunakan pupuk anorganik supaya bisa meningkatkan hasil produksi komoditas mereka, hal ini dilakukan karena permintaan pasar akan komoditas sayuran terus meningkat.
3. Kondisi di desa Junrejo dusun Jeding sang berpotensi untuk pertanian karena di sana masih ada yang menggunakan pupuk organik.

5.2 Saran
1. Bagi pemerintah
Pemerintah harus memperhatikan kondisi pertanian di indonesia. Karena pertanian adalah penompang ketahanan pangan nasional. Harus ada program-program untuk memejukan petani agar pertanian tidak terpinggirkan. Sehingga petani tidak dipandang rendah.
2. Bagi petani
Sebagai petani diharapkan untuk lebih memikirkan bagaimana memperoleh hasil yang optimal dengan pengolahan lahan yang ramah lingkungan tanpa bahan-bahan kimia yang berbahaya.
3. Bagi mahasiswa
Sebagai mahasiswa yang memiliki pengetahuan yang lebih luas, harus bisa memanfaatkan pengetahuan yang mereka miliki untuk memajukan pertanian di Indonesia. Dengan cara memberikan pengetahauan kepada para petani mengenahi cara bertabi yang ramah lingkungan tanpa bahan-bahan kimia.

LAMPIRAN

a. Peta Desa

b. Potensi Wilayah
Responden dalam studi lapang di dusun Jeding desa Junrejo terdiri dari 3 responden, yaitu petani gurem, petani sedang, dan petani pemilik. Berikut adalah data identitas tentang ketiga responden tersebut.

Petani Sedang Petani Gurem Petani Pemilik
1. Nama petani : Sutierni
2. Umur : 49 tahun
3. Tingkat pendidikan formal: SMP
4. Pekerjaan Kepala Keluarga:
a. Utama : Petani
b. Sampingan: Pemerah sapi
5. Jumlah anggota rumah tangga: 5 orang
6. Luas lahan pertanian sawah:
a. Milik : 0, 4 ha
b. Sewa : - ha
c. Bagi hasil: - ha
7. Luas lahan tegal: - ha
8. Jumlah ternak yang diplihara:
a. Sapi : 3 ekor 1. Nama petani : Sukoati
2. Umur : 47 tahun
3. Tingkat pendidikanformal: SMP
4. Pekerjaan Kepala Keluarga
a. Utama : Pegawai swasta
b. Sampingan : Pedagang
5. Jumlah anggota rumah tangga : 5 orang
6. Luas lahan pertanian sawah:
a. Milik : 0,25 ha
b. Sewa : - ha
c. Bagi hasil: - ha
7. Luas lahan tegal: -
8. Jumlah ternak yang diplihara: -
1. Nama petani : Bu Cicik
2. Umur : 38 tahun
3. Tingkat pendidikan formal : SMA
4. Pekerjaan KK :
a. Utama : Petani,
b. Sampingan : Karyawan Swasta
5. Jumlah anggota RTG : 4 orang
6. Luas lahan pertanian sawah
a. Milik : 0,75 ha
b. Sewa : -
c. Bagi hasil : -
7. Luas lahan tegal ; -
8. Jumlah ternak yang dipelihara : -


Di dusun Jeding desa Junrejo terdapat lembaga pertanian yang salah satunya adalah Kelompok Tani Wanita Sri Sejati II yang sudah berdiri sejak tahun 1987. Lembaga tersebut beranggotakan para petani-petani wanita yang ada di dusun tersebut, pengurusnyapun terdiri dari para wanita yang diketuai oleh ibu Suhartutik, bendahara ibu Cicik, sekretaris ibu Sukoati dan beranggotakan 23 orang.
Lembaga tersebut sudah befungsi dengan baik dan bemanfaat bagi para petani, khususnya bagi para petani wanita di dusun tersebut. Lembaga tersebut berfungsi dalam membantu masyarakat petani untuk pendistribusian pupuk, bibit, dan sarana produksi lain dari pemerintah. Selain itu lembaga ini juga banyak membantu para petani dalam menyelesaikan masalah dalam pertanian mereka, juga sebagai tempat untuk menyampaikan aspirasi dan keluhan-keluhan mereka kepada pemerintah.
Pertemuan anggota dilakukan rutin setiap dua minggu sekali pukul 4 sore. Dalam pertemuan tesebut membahas masalah-masalah petani dalam melakukan pertaniannya, misalnya dalam budidayanya dan perawatan tanaman budidayanya. Selain itu, kegiatan tersebut di adakan untuk memperkuat kedekatan mereka agar dapt bekerjasama dengan baik, selain itu mereka juga saling tukar pikiran dan di diskusikan bersama-sama demi lancarnya kegiatan bertani mereka.Pada saat perkumpulan berlangsung sering juga terdapat tamu dari luar lembaga untuk memberikan penyuluhan dan informasi-informasi mengenai pertanian.
Untuk membantu pertanian di dusun tersebut sudah terdapat pembagian kerja yang cukup jelas, misalnya dalam irigasi dan penyimpanan alat-alat pertanian. Untuk kelompok tani wanita Sri Sejati II, bagian yang membantu pengairan diserahkan kepada tenaga sewa, sedangkan untuk alat-alat yang digunakan untuk kegiatan pertanian dititipkan di rumah ketua kelompok tani. Masing-masing tugas tersebut teealisasikan dengan baik.
Selain Kelompok Tani Wanita Sri Sejati II terdapat juga lembaga masyarakat di desa Junrejo yang di atur oleh pemerintah desa yang dinamakan sebagai kelompok tani atau gapoktan. Adanya lembaga tersebut tidak menjadi kendala bagi Kelompok Tani Wanita Sri Sejati II dalm memperoleh keuntungan, justru mereka bisa saling kerjasama dalam membahas permasalahan pertanian yang ada di desa Junrejo.
Selain adannya kelompok tani, terdapat lembaga lain di masyarakat dusun Jeding, yaitu Yasinan yang dilaksanakan tiap minggu. Yasinan ini tidak hanya diikuti oleh anggota kelompok tani saja, tetapi seluruh masyarakat dusun Jeding. Dalam kegiatan yasinan ini terdapat pembagian antara yasinan bapak-bapak dan yasinan ibu-ibu.
Dengan adanya lembaga berupa kelompok tani tersebut anggota kelompok tani mendapat beberapa manfaat, yaitu lebih mudah dalam menyelesaikan masalah yang dialami dalam pertanian mereka. Petani menyebutkan tidak ada kendala dalam kelompok tani tersebut, sebaliknya adanya kelompok tani sangat membantu petani seiring bekembangnya zaman. Dengan adanya kelompok tani, para petani lebih mudah dalam mengakses informasi baru untuk pengembangan sistem pertanian mereka (modernisasi petanian).

c. Foto Kegiatan di Lapang



Gambar 1 : Foto bersama Gapoktan Sri sejati 1


Gambar 2 : Foto batas desa masuk desa Junrejo


Gambar 3 : Lahan persawahan petani





















DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2008. Sosperta. http://id.wikipedia.org/wiki/sosiologi_pertanian

Anonymous. 2009. Sosiologi. http://id.wikipedia.org/wiki/sosiologi_pedesaan

Pranadji, T. 2004. Perspektif Pengembangan Sosial Budaya. IPB Press. Bogor.

Soemardjan, S. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. FE UI Press. Jakarta.

Raharjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. UGM Press. Yogyakarta.

Sajogjo dan Sajogjo Pujiwati. 1995. Sosiologi Pedesaan. UGM Press. Yogyakarta.

Susanto, Astrid. 1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bina Cipta. Jakarta.

2 komentar:

  1. Apakah Anda perlu pinjaman tanpa jaminan untuk mendirikan sebuah bisnis atau pinjaman untuk renovasi dan banyak lagi, pencarian tidak lebih, kami adalah perusahaan yang sah dan pada tingkat bunga rendah dari 2% dan bersedia untuk meminjamkan jumlah yang Anda ingin meminjam dan membuat tahun ini yang berhasil untuk Anda. Mohon mengisi data pinjaman ini di bawah ini dan menghubungi kami melalui email perusahaan kami: gloryloanfirm@gmail.com.
    Nama lengkap: _______________
    Negara: __________________
    Sex: ______________________
    Umur: ______________________
    Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: _______
    Durasi Pinjaman: ____________
    Tujuan pinjaman: _____________
    Nomor ponsel: ________

    Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami sekarang melalui email: gloryloanfirm@gmail.com

    BalasHapus
  2. Saya ingin berbagi kesaksian tentang bagaimana layanan pendanaan Le_Meridian membantu saya dengan pinjaman 2.000.000,00 USD untuk membiayai proyek pertanian ganja saya, saya sangat berterima kasih dan saya berjanji untuk membagikan perusahaan pendanaan yang sah ini kepada siapa pun yang mencari cara untuk memperluas bisnisnya project.the company adalah perusahaan pendanaan UK / USA. Siapa pun yang mencari dukungan keuangan harus menghubungi mereka di lfdsloans@outlook.com Atau lfdsloans@lemeridianfds.com Bpk. Benjamin juga menggunakan whatsapp 1-989-394-3740 untuk mempermudah segala pemohon.

    BalasHapus