Pengikut

Senin, 25 April 2011

PENGINTEGRASIAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pada bidang pertanian jika dipahami sebenarnya hanya ada dua jenis pengelola/penggarap/pekerjanya, yakni mereka kaum laki-laki dan perempuan. Sehingga didalamnya akan dibangun semacam pembagian tugas dalam usahatani. Antara laki-laki dan perempuan tentu saja terdapat banyak perbedaan dan persamaan. Misalnya saja laki-laki lebih memiliki tenaga yang kuat daripada perempuan sehingga kaum perempuan hanya mendapat bagian tugas yang ringan, namun hal demikian sebenarnya tidak benar. Sering kita jumpai wanita yang “strong” dan bahkan mampu berperan layaknya seorang bapak. Perbedaan laki-laki dan perempuan masih menyimpan beberapa masalah, baik substansi, kejadian, maupun peran yang diemban dalam masyarakat. Perbedaan anatomi biologis antara keduanya cukup jelas, tetapi efek yang timbul akibat perbedaan itu menimbulkan perdebatan, karena perbedaan jenis kelamin melahirkan seperangkat konsep budaya.
Secara umum tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan dengan TPAK perempuan, yaitu 83,6 persen berbanding 51,2 persen. Hal ini berbakibat pada tingkat pengangguran perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Padahal upah yang diterima pekerja perempuan seringkali jauh lebih rendah dari laki-laki. Misalnya, dengan tingkat pendidikan yang sama, pekerja perempuan hanya menerima sekitar 50 sampai 80 persen dari upah yang diterima laki-laki. Selain itu pekerja perempuan tidak memperoleh perlindungan hukum dan kesejahteraan.
Khusus di sektor pertanian kontribusi perempuan di sektor ini sangat signifikan, baik dalam proses produksi, panen maupun pascapanen. Peran tersebut mampu memberikan sumbangan yang besar bagi penghasilan keluarga dan kegiatannya dapat direpresentasikan melalui bekerja di lahan sendiri, sebagai buruh tani, bekerja di luar sektor pertanian, seperti meproduksi kerajinan, berdagang, serta pekerjaan yang tidak langsung menghasilkan, yaitu pekerjaan mengurus rumah tangga. Lebih ekstrem lagi, perempuan dari keluarga tani berlahan sempit berperan sebagai penghasil nafkah utama dalam rumah tangga, bahkan bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya. Kondisi tersebut diperburuk dengan trend terjadinya bias gender, sehingga memperuncing terjadinya berbagai macam ketidakadilan, terutama terhadap perempuan (Fakih, 1996). Salah satu akibatnya adalah terjadinya proses marjinalisasi atau pemiskinan ekonomi, sosial dan budaya bagi kaum perempuan.
Jumlah dan curahan waktu perempuan dalam kegiatan rumah tangga pada umumnya lebih tinggi dari curahan tenaga kerja laki-laki. Argumentasinya, karena perempuan merupakan penanggungjawab pekerjaan domestik (pengaturan rumah tangga) yang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Pekerjaan rumah tangga tersebut dilakukan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan mencari nafkah. Peran ganda inilah yang menyebabkan mobilitas tenaga kerja perempuan terbatas (Sajogyo, 1987). Secara kuantatif, peran ganda perempuan akan sangat besar apabila kegiatan pencaharian nafkah di lakukan di lahan kering dengan komoditas utama hortikultura yang memerlukan ketekunan, ketelitian dan kesabaran.
Masyarakat lebih cenderung mengartikan gender sebagai jenis kelamin. Padahal gender lebih ditekankan pada tanggung jawab, peran dan fungsi dari perempuan dan laki-laki. Sehingga tidak heran apabila masih terdapat perdebatan, ketidakadilan, dan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Peran gender bersifat dinamis, dipenga-ruhi oleh umur (generasi tua dan muda, dewasa dan anak-anak), ras, etnik, agama, lingkungan geografi, pendidikan, sosial ekonomi dan politik. Oleh karena itu, perubahan peran gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi, budaya, sumberdaya alam dan politik termasuk perubahan yang diakibatkan oleh upaya-upaya pembangunan atau penyesuaian program struktural (structural adjustment program) maupun pengaruh dari kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global.
Melalui penerapan pengarusutamaan gender, dapat ditingkatkan ketepatan desain perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program pembangunan pertanian , yang berarti tepat sasaran pemanfaat pembangunan (pelaku agribisnis), yaitu laki-laki dan perempuan, serta generasi tua dan muda. Tepat metode dan teknik pendidikan pembangunan pertanian (penyuluhan, pelatihan pendidikan formal dan non formal pertanian), teknik, metode dan pende-katan implementasi pembangunan pertanian dan tepat penciptaan serta pengembangan inovasi hasil-hasil penelitian yang memenuhi kebutuhan dan aspirasi pelaku agribisnis.
1.2. Rumusan Masalah
Makalah ini untuk mengetahui pengintegrasian pengarusutamaan gender dalam pembangunan pertanian mengenai :
1. Apa yang dimaksud dengan pengarusutamaan gender?
2. Mengapa pengarusutamaan gender diperlukan dalam pembangunan pertanian?
3. Bagaimana pengintegrasian pengarusutamaan gender dalam pembangunan pertanian?


1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Mengetahui pengertian gender.
2. Mengetahui peranan gender dalam pembangunan pertanian.
3. Mengetahui perbedaan pengarusutamaan peranan gender dalam kegiatan pertanian.
1.4. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pemerintah
Pengarusutamaan gender adalah hal yang wajib dilaksanakan pemerintah dalam pelaksanaan job placement pegawai negeri. Dengan acuan inilah akan terjadi keserasian tugas dan kemampuan secara proporsional. Makalah ini diharapkan dapat memberikan suatu pemahaman terkait hal itu sehingga dapat dijadikan referensi acuan dalam pelaksanaan tugas kepegawaian. Selain itu pada bidang pertanian pada khususnya, pemerintah dapat mengatur semacam regulasi untuk membangun pertanian berdasar pengarusutamaan gender dalam suatu kebijakan sehingga dapat diterapkan pada kelompok-kelompok tani bahkan pada keluarga tani dimana terdapat suami istri petani.

2. Bagi Petani
Makalah ini diharapkan mampu menginformasikan kepada petani terkait pengarusutamaan gender sehingga petani paham dan mengerti untuk dijadikan acuan dalam pelaksanaan tugas-tugas pelaksanaan usahatani minimal dalam keluarganya. Pengarusutamaan gender juga dapat diterapkan dalam pembagian tugas kelompok tani yang terdapat laki-laki dan perempuan didalamnya. Sehingga petani tidak lagi lebih cenderung mengartikan gender sebagai jenis kelamin karena gender lebih ditekankan pada tanggung jawab, peran dan fungsi dari perempuan dan laki-laki.

3. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa makalah ini dapat dijadikan referensi pembelajaran dan sebagai informasi tambahan terkait pengintegrasian pengarusutamaan gender dalam pembangunan pertanian

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gender
Gender itu berasal dari bahasa latin genus yang berarti jenis atau tipe. Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Menurut Ilmu Sosiologi dan Antropologi, Gender itu sendiri adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan atau dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu pula. Gender ditentukan oleh sosial dan budaya setempat sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan (Wikipedia : 2000).
Gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran & tanggungjawab laki-laki & perempuan yang terjadi akibat dari dapat berubah oleh keadaan sosial & budaya masyarakat (Patilima : 2005).
Istilah Gender digunakan untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan perbedaan perempuan dan laki-laki yang merupakan bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan dalam kehidupan sehari-hari (Wikipedia : 2000).
Gender adalah pembedaan peran, kedudukan, tanggung jawab dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat (Darmawan : 2001).
2.2 Pengertian Pengarusutamaan Gender
Berdasarkan Inpres RI No. 9 Tahun 2000, yang dimaksud dengan PUG adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan Gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. PUG ditujukan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan Gender yang merupakan upaya untuk menegakkan hak-hak perempuan dan laki-laki atas kesempatan yang sama, pengakuan yang sama dan penghargaan yang sama di masyarakat.
PUG bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan gender, yaitu suatu kondisi yang adil (equity) dan setara (equality) dalam hubungan kerjasama antara perempuan dan laki-laki (relasi gender). Melalui penerapan PUG, dapat ditingkatkan ketepatan desain peren-canaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program/ proyek/ kegiatan pembangunan pertanian (Wikipedia : 2000).
Menurut Patilima (2005), pihak-pihak yang seharusnya melaksanakan pengarusutamaan gender adalah Lembaga-lembaga Pemerintah (Dengan dikeluarkannya Peraturan Perundang-Undangan, kebijakan, dan pelayanan publik) dan Dunia Usaha (Dengan menciptakan poduk, lapangan keja dan jasa).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pembahasan Pengarusutamaan Gender
Masih banyak salah pengertian terkait gender oleh masyarakat kita terutama kalangan petani dalam kehidupan sehari-hari. Gender sering diartikan sebagai jenis kelamin, sehingga kedua kata ini perlu dipahami pengertiannya secara benar. Kesalahan dari hal itulah yang menyebabkan kaum petani pria menyebut gender perempuan sebagai golongan yang lemah sehingga tidak diberi pembagian tugas yang berat dalam usahatani yakni bercocok tanam. Perempuan lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan seperti pengelolaan keuangan, pembeli saprodi, penyemai bibit, pemetik hasil dan bagian teknis penjualan hasil panen/produksi. Peran perempuan lebih dekat pada sebutan manajer keuangan sedangkan laki-laki adalah manajer lapangan seperti tampak pada gambar dibawah ini.

Jenis kelamin atau seks adalah penandaan individu manusia ke dalam kategori laki-laki dan perempuan berdasar karakteristik biologis (genital eksternal dan organ-organ seks internal), genetik (kromosom) dan hormon. Gender diartikan sebagai perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi, dan status antara laki-laki dan perempuan yang tidak berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan pada relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakatnya yang lebih luas. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan dalam bidang pertanian juga memiliki peranan yang sangat hebat dan kuat dalam menciptakan hasil produksi dari pemenuhan sarana produksi dan tekhnis pelaksanaan bercocok tanam hingga sampai pemasaran hasil pertanian.

Gender merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Peran gender bersifat dinamis, dipengaruhi oleh umur (generasi tua dan muda, dewasa dan anak-anak), ras, etnik, agama, lingkungan geografi, pendidikan, sosial ekonomi dan politik. Oleh karena itu, perubahan peran gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi, budaya, sumberdaya alam dan politik termasuk perubahan yang diakibatkan oleh upaya-upaya pembangunan atau penyesuaian program struktural (structural adjustment program) maupun pengaruh dari kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global. Hal inilah yang kemudian sangat berpengaruh pada penerapan di bidang pertanian. Modernisasi global mengancam perubahan yang cepat terhadap peranan wanita dalam partisipasi di bidang pertanian yang biasa disebut dengan usaha tani. Ketika pera perempuan hilang maka akan terjadi ketimpangan dan penyesuaian baru oleh kaum petani laki-laki yang masih bergerak dalam bidang pertanian. Yang paling ditakutkan adalah ketika peran wanita telah benar-benar hilang, ini akan sangat berdampak pada tidak maksimalnya produksi yang akan dihasilkan. Jumlah wanita dalam % peranannya dibandingkan dengan laki-laki hampir sama. Bahkan bila peran wanita hilang ini akan sangat mengancam pasokan komoditas pangan bangsa akibat kurangnya tenaga pekerja pengelola pertanian. Ketahanan pangan nasional terganggu dan kelangkaan komoditas pangan menyeruak. Tentu saja itu tidak akan terjadi bila peranan perempuan terus terjadi.

3.2. Pentingnya Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Pertanian
Pengarusutamaan gender penting dalam pembangunan pertanian. Pengarusutamaan gender bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan gender, yaitu suatu kondisi yang adil (equity) dan setara (equality) dalam hubungan kerjasama antara perempuan dan laki-laki (relasi gender). Dengan adanya pengarusutamaan gender, akan tercipta suatu pembagian kerja dalam bidang pertanian yang adil dan setara bagi laki-laki dan perempuan dalam bidang petanian.

Melalui penerapan pengarusutamaan gender, dapat ditingkatkan ketepatan desain perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program pembangunan pertanian, yang berarti tepat sasaran pemanfaat pembangunan (pelaku agribisnis), yaitu laki-laki dan perempuan, generasi tua dan muda. Tepat metode dan teknik pendidikan pembangunan pertanian, yaitu penyuluhan, pelatihan pendidikan formal dan non formal pertanian. Tepat teknik, metode dan pendekatan implementasi pembangunan pertanian.Tepat penciptaan dan pengembangan inovasi hasil-hasil penelitian yang memenuhi kebutuhan dan aspirasi pelaku agribisnis.
Ketidaksetaraan gender merugikan bagi kesejahteraan laki-laki dan perempuan karena memiliki dampak bagi kemampuan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Selain itu dapat mengurangi produktivitas sehingga menghambat upaya pengentasan kemiskinan. Akumulasi dari pembedaan yang diikuti dengan pembatasan peran sumberdaya manusia di rumah dan di pasar tenaga kerja, serta secara sistematis mengecualikan perempuan atau laki-laki dari akses ke sumberdaya, jasa publik ataupun aktifitas produktif, merupakan diskriminasi gender yang berarti mengurangi kapasitas suatu perekonomian untuk tumbuh serta mengurangi kapasitas untuk meningkatkan standar kehidupan.
3.3. Pengintegrasian Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Pertanian
Dalam pembangunan pertanian di Indonesia sangat diperlukan pengarusutamaan gender, hal ini sebagai wujud upaya pengembangan uahatani yang telah ada. Peran laki-laki dan perempuan harus dilakukan bersama dengan pembagian tugas yang jelas. Pembagian tugas yang tepat dan sesuai dengan kemapuan masing-masing, disesuaikan dengan proporsi yang jelas. Mengacu pada gender dan kesetaraan gender. Dapat dibagi semisal laki-laki bertindak sebagai manajer lapangan sedangkan perempuan sebagai manajer keuangan dan antara keduanya saling membantu demi kelancaran bersama.
Petani perempuan ternyata menjadi kunci pembangunan pertanian dan sebagai penyelamatan krisis pangan yang terjadi 2 tahun terakhir ini. Dalam laporan PBB yang dikeluarkan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa pertanian menjadi sumber utama kehidupan untuk perempuan di banyak negara berkembang dan menjadi jalan keluar utama untuk mengatasi kemiskinan di keluarganya. Namun demikian banyak perempuan di berbagai wilayah pedesaan tidak mempunyai akses untuk input dan sumber daya produksi bagi pertaniannya serta pelayanan publik yang memadai. Mereka juga tidak mendapatkan insentive yang memadai dalam usahanya serta sangat rentan upaya produktivitasnya di pertanian. Padahal pertanian yang dihasilkan para perempuan ini menjadi tumpuan hidup dan kehidupan banyak keluarga miskin.

Gender di pertanian menjadi bukti nyata untuk mewujudkan agenda pembangunan pertanian di Indonesia. Perempuan menjadi kunci dalam produksi pertanian di negara berkembang. Dimana 32% dari mereka hanya bekerja sebagai buruh dan hidup dalam keterbatasan di areal pedesaan (70%). Perempuan menjadi sumber yang potensial tenaga kerja dalam produksi pangan yang dikonsumsi masyakat lokal. Pertanian di berbagai negara termasuk di wilayah Asia dan Afrika menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dan menjadi basis kehidupan di pedesaan. Lebih banyak proposi produksi pertanian dihasilkan oleh perempuan, sehingga perempuan menjadi agen yang cukup penting dalam ketahanan pangan dan kesejahteraan keluarga. Untuk itulah sudah sewajarnya perempuan mendapatkan prioritas dalam program pertanian dan mendapatkan dukungan dari kebijakan pembangunan pertanian karena dialah sumber daya dalam keberlanjutan kehidupan pedesaan dan pengurangan kemiskinan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Masih banyak salah pengertian terkait gender oleh masyarakat kita terutama kalangan petani dalam kehidupan sehari-hari. Gender sering diartikan sebagai jenis kelamin, sehingga kedua kata ini perlu dipahami pengertiannya secara benar. Jenis kelamin atau seks adalah penandaan individu manusia ke dalam kategori laki-laki dan perempuan berdasar karakteristik biologis (genital eksternal dan organ-organ seks internal), genetik (kromosom) dan hormon. Gender diartikan sebagai perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi, dan status antara laki-laki dan perempuan. Dalam bidang pertanian kejadian salah pengertian inilah yang menyebabkan penilaian terhadap gender wanita sebagai orang yang lemah, padahal gender tidak berarti demikian karena gender adalah perbedaan peranan terkait pembagian tugas.
4.2 Saran
Pemahaman tentang pengarusutamaan gender harus dipahami dengan baik dan tidak boleh disamaartikan dengan jenis kelamin. Karena gender dan jenis kelamin itu berbeda dan dalam penerapan dalam kehidupan sehari-hari harus dilakukan. Tidak terbatas pada bidang apapun, termasuk juga dalam penerapan dalam bidang pertanian. Makalah ini dapat dijadikan referensi dalam baik dalam referensi pembelajaran maupun sebagai acuan dalam usaha penerapannya dalam bidang apapun. Karena ketidaksepahaman tentang gender dan pengarusutamaannya adalah suatu kesalahan yang sangat besar.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2010. http://www.wikipedia.co.id/gender_dan_pengarusutamaannya (online). Diakses pada : 5 Januari 2011
Anonymous. 2010. http://www.google.co.id/gender_dalam_pertanian_php. (online). Diakses pada : 5 Januari 2011
Anonymous. 2010. http://www.google.co.id/asal_mula_gender_dalam_pertanian (online). Diakses pada : 5 Januari 2011
Anonymous,2010. http://www.pecintataniindonesia.blogspot.com/Gender (online). Diakses pada : 5 Januari 2011
Gunawan, Darmawan Ali. 2001. Gender dalam keadaan perekonomian bangsa, suatu pengantar. Jakarta : World Bank.
Harun, Patilima Kusuma. 2005. Antara Jenis Kelamin dan Gender, Perbedaan ataukah persamaan pemahaman?. Jakarta : PT. Gramedia.
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. 2000. Panduan Pelaksanaan Inpres Nomor 9 Tahun 2000. Jakarta : Meneg PP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar